Korupsi sudah bukan lagi hal aneh di dunia. Dia sudah merupakan kawan akrab bagi orang-orang yang memiliki kesempatan. Korupsi, paling tidak, pernah dilakukan oleh setiap orang. Korupsi, tidak semata-mata berbentuk penyelewengan dana/uang. Namun bisa juga berarti penyelewengan waktu atau hal lain yang masih berhubungan dengan penyalah gunaan/ penyelewengan demi keuntungan pribadi dan atau golongan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi didefinikan sebagai n penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dsb) untuk keuntungan pribadi atau orang lain;
– waktu cak penggunaan waktu dinas (bekerja) untuk urusan pribadi; me·ngo·rup·si v menyelewengkan atau menggelapkan (uang dsb).
Diakui atau tidak, kitapun paling tidak pernah melakukan korupsi, walaupun itu sekedar korupsi waktu. Tapi tetap saja korupsi. Jika kita berbicara mengenai korupsi, pasti pikiran kita selalu berselancar pada sosok-sosok pegawai pemerintah yang sedang berkuasa dan memiliki kekuasaan. Hal ini selaras dengan definisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu, penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dsb) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Sudah barang tentu, korupsi hanya bisa dilakukan oleh orang yang memiliki kekuasaan, karena pemilik kekuasaan mempunyai hak dan peluang untuk melakukan tindakan-tindakan dengan mengatas namakan perusahaan atau Negara. Korupsi juga bisa dilakukan oleh buruh atau karyawan dengan tingkat golongan yang rendah. Mereka dalam strata yang demkian paling tidak hanya mampu melakukan korupsi waktu.
Menyoal tentang korupsi yang masih banyak dilakukan oleh para petinggi Negara, penaggulangan oleh institusi setingkat KPKpun masih belum mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Suara-suara minor masih terdengar sangat nyaring dan memekakkan telinga. Apalagi ditambah dengan perkara mantan ketua KPK yang masih dalam tahap penyelidikan, yang konon masih berkaitan dengan kasus-kasus korupsi. Masyarakat menjadi kian gamang karena hingga kini masih belum ada kejelasan dari pihak berwenang.
Korupsi, bisa menjadi permasalahan yang sepele, bisa juga menjadi masalah yang sangat pelik. Tinggal dari mana kita melakukan pendekatan. Rasanya kita tidak perlu berbicara tentang korupsi pada ranah yang pelik. Karena dalam setiap perdebatan pada acara-acara talk show dibanyak televisi selalu menjadi tema yang tidak pernah terselesaikan, yang pada akirnya menjadi debat kusir belaka. Dalam tulisan ini, mari kita mengerucut pada ranah korupsi dengan pendekatan yang sederhana, artinya adanya niat baik dan kemauan bersama untuk menyelesaikan masalah (bukan malah mempermasalahkan masalah), agar korupsi bisa ditangani dengan segera hingga tuntas.
Korupsi merupakan akibat dari sebab yang terjadi. Ada hukum kausalitas disana. Korupsi terjadi karena adanya peluang untuk itu. Peluang ini bisa diciptakan, bisa juga merupakan celah yang telah ada dan dengan cerdik bisa dimanfaatkan. Nah sekarang, bagaimana caranya menutup celah dan menutup kesempatan agar siapapun tidak bisa melakukan korupsi. Hukum seberat apapun, tidak akan banyak berpengaruh, karena justru dengan adanya hukum yang dibuat memberikan peluang bagi mereka yang otaknya sudah rusak untuk mencari celah. Artinya, hukum malahan membuat mereka yang otaknya sudah rusak itu menjadi semakin cerdik dan pintar.
Seperti kita ketahui, dana yang diselewengkan dari tindak korupsi adalah dana yang berasal dari rakyat melalui terhimpunnya pajak yang dikutip. Secara esensial, penyelewengan ini dengan mudah bisa terjadi karena tidak adanya transparansi laporan keuangan kepada public/masyarakat. Adanya akuntan public yang melakukan audit belum menyelesaikan masalah. Karena masyarakat sama sekali tidak memiliki kepercayaan terhadap akuntan public yang ada. Buktinya, walaupun sudah diaudit masih saja ada penyelewengan. Lalu apanya yang di audit ? oleh karena itu, jika memang ada kemauan dan itikat baik, audit dilakukan secara langsung oleh masyarakat. Caranya ? setiap instansi pemerintah yang dalam operasioalnya menggunakan dana pemerintah yang notabene uang rakyat, diwajibkan memberi laporan keuangan secara detail melalui media cetak. Berikan kesempatan kurang lebih satu bulan bagi masyarakat untuk meneliti atau melakukan audit. Jika tidak ada feedback, maka laporan itu telah diterima. Hal ini bisa dilakukan pada tiap provinsi sampai tingkat kecamatan dan kelurahan. Mulai dari tingkat istana Kepresidenan, sampai kelurahan. Sederhana, bukan ? kalo saja ada yang mengatakan tidak sesederhana itu pelaksanaannya. Maka bisa dipastikan, suara itu datang dari orang yang merasa dirugikan dengan system ini. Dengan adanya laporan detail yang transparan seperti ini, maka tertutup kemungkinan untuk mencari celah. Dalam laporan itu, jika ada pembelian diwajibkan menyertakan nota pembelian. Dan masyarakat bisa dengan mudah melakukan pengecekan, maka tidak ada lagi pembelian secara fikltif yang sering merupakan salah satu peluang terjadinya korupsi.
Sebuah contoh yang sederhana, sekarang sedang terjadi gonjang ganjing tentang dana pelantikan yang luar biasa besar. Dengan adanya laporan yang transparan, maka masyarakat menjadi tahu untuk apa saja diperlukan dana sebesar itu. Banyaknya pertanyaan yang terlontar dari berbagai kalangan dimasyarakat karena selama ini tidak adanya transparansi terhadap pengunaa dana masyarakat.
Penulis sangat yakin, jika ada instansi yang memiliki laporan keuangan yang benar, maka tidak akan sulit melakukannya. Ini merupakan salah satu solusi dalam penanggulangan korupsi yang sudah merasuki tulang sumsum di negeri tercinta ini. Namun, tentu saja itu semua kembali kepada kemauan dan itikat baik dari masyarakat itu sendiri ataupun dari petinggi pemerintah. Jika saja hal sepele ini bisa dengan perlahan teraksana, maka akan terciptalah saling percaya antara masyarakat dan pemerintah hingga terjalin hubungan yang sangat harmonis. Semoga. Salam Kopasiana dan MERDEKA !
sumber:
http://umum.kompasiana.com/2009/09/10/salah-satu-solusi-menangkal-solusi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar